dr. Pramadhya Bachtiar*
Tanggal 4 September memang sudah dua minggu berlalu, tetapi amat jarang masyarakat yang mengetahui apa makna tanggal tersebut. Mungkin hanya segelintir orang yang memperhatikan beberapa spanduk yang dipajang di pinggir jalan dan pintu tol. Hari itu, adalah Hari Pelanggan Nasional yang sama sekali tak terdengar “bunyi”-nya. Seakan masyarakat dan kalangan industri juga tidak menggubris. Seperti biasa, di Indonesia dalam memaknai sesuatu hanya dari permukaannya saja. Begitu juga dengan ”Hari Pelanggan Nasional” ini, yang penting sudah ada spanduk yang bisa dibaca oleh masyarakat. Setelah itu ”so what gitu loh?”. Entah pada hari itu kemudian stasiun TV yang jumlahnya sudah lebih dari selusin, kemudian menayangkan acara yang bertajuk tentang ”Pelanggan” atau tidak. Semua terlihat hanya bersifat seremonial saja. Begitu juga dengan pemberian awards ini dan itu. Untuk siapa semua itu? Untuk perusahaan yang kemudian mendapat ”cap” sebagai perusahaan dengan perhatian yang luar biasa terhadap pelanggan. Atau memang benar-benar untuk pelanggan mereka?
Bagaimana di negara tetangga?
Di negara-negara jiran, yang namanya pelanggan benar-benar dimanjakan. Bagaimana tidak, selain memiliki program-program yang bersifat seremonial dan berbau publisitas (baca: pemasangan spanduk dan pemberian awards ini-itu), mereka secara diam-diam justru memiliki program komprehensif yang dapat diimplementasikan dalam setiap jenis industri (barang maupun jasa). Program-program tersebut dibuat oleh masing-masing industri. Meskipun berbeda tetapi memiliki kesamaan ”benang merah” yaitu ”Bagaimana menjadi industri yang di”gilai” pelanggannya. Mereka tidak lagi berpikir untuk menjadi perhatian pelanggan domestik. Mereka mulai mengincar pangsa pasar empuk yaitu masyarakat kelas menengah-atas Indonesia. Sebagaimana kita tahu bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk yang mendekati 220 juta jiwa merupakan pasar yang sangat mengiurkan. Umpama 10 % saja merupakan masyarakat kelas atas, artinya ada sebanyak 22 juta jiwa yang dapat dijadikan pelanggan potensial. Pelanggan potensial artinya adalah pelanggan yang jika dilayani dengan baik sampai pada tingkat unanticipated, mereka tidak segan-segan merogoh kantongnya sedalam apapun. Peluang ini sangat disadari oleh pelaku industri negara jiran.
Dalam hal ini peran pemerintah sangatlah penting, terutama dalam menciptakan iklim berusaha yang berfokus kepada pelanggan. Pemerintah negara jiran sangat memfasilitasi berkembangnya budaya pelayanan perusahaan yang berfokus kepada pelanggan. Budaya Asia yang paternalistik mampu dimanfaatkan optimal oleh pemerintah dalam membangun komitmen setiap perusahaan terhadap kepuasan pelanggan. Pemerintah mereka sadar betul akan minimnya sumber daya alam dalam bersaing terhadap Indonesia yang terkenal sangat beragam sumber daya alam baik dalam jumlah maupun jenis. Upaya yang mereka tempuh adalah dengan memberdayakan sumber daya manusia, agar dapat ”menjual diri” guna menghasilkan devisa. Perilaku ”menjual diri” yang baik mampu ditunjukkan oleh setiap aparat pemerintah dalam melayani masyarakat dalam negerinya. Perilaku inilah yang kemudian menjadi patron bagi kalangan industrinya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Kekhawatiran mulai muncul saat para pelanggan potensial mulai mencari industri yang mampu memenuhi dan melampaui keinginan dan kebutuhan mereka, dan telah menembus batas negara. Katakan saja salah satu rumahsakit di Malaysia yang + 30% pasiennya berasal dari Indonesia. Bukan mustahil angka tersebut akan terus bertambah sejalan dengan perbaikan pelayanan yang mereka lakukan, dan sejalan pula dengan semakin cuek-nya kita terhadap “makhluk” yang bernama pelanggan.
Saatnya kita lupakan spanduk-spanduk yang berisi slogan kosong tanpa makna, saatnya kita memaknai lebih dalam pada awards ini-itu, saatnya pemerintah dapat menjadi patron yang baik dalam memulai memberi contoh yang benar dalam pelayanan terhadap pelanggan dengan berorientasi kepada kepuasan dan loyalitas mereka. Pesaing sudah di depan mata bahkan sudah mampu membuat mata menjadi kelilipan.Jika ingin memenangkan globalisasi tak ada pilihan lain selain memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan, dimana daripadanya revenue kita dapatkan. Tidak usahlah berpikir untuk memasarkan produk ke luar negeri, jikapun bisa itu lebih baik. Yang perlu mendapat perhatian adalah pelanggan kelas atas yang berjumlah 10-15% penduduk Indonesia, karena jumlah itu jauh diatas penduduk Singapura, Malaysia bahkan mungkin lebih tinggi dari jumlah seluruh penduduk Australia. Jadi, tunggu apalagi.
* Ahli layanan medis PT. Pertamina Bina Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar